Hai namaku Felly siswa
kelas VIII di SMP Tunas Bangsa. Aku bangga bersekolah di sekolah ini. Ya,
sekolah ini termasuk sekolah pilihan pertama di tempatku. Meski sekolah ini
dinilai sekolah yang memiliki fasilitas paling bagus, namun menurutku ada yang
kurang. Aku tidak merasakan sejuknya udara, apalagi pada saat siang hari. Dan
untuk mengatasi hal itu, beberapa bulan lagi aku akan mengadakan program “Tanam 1000 Pohon”. Ya, aku adalah ketua OSIS
sekolah saat ini. Aku menampung banyak inspirasi dari siswa untuk mengubah
sekolah ini. Jadi ketua OSIS itu gampang gampang susah sih. Terkadang, masih
ada pro kontra terhadap program yang ku rencanakan. Tapi, aku gak boleh mundur,
aku harus tetap memperjuangkannya jika itu baik
Pagi itu, saat aku baru datang ke sekolah aku melihat
sesuatu yang berubah dari sekolahku. Taman. Banyak taman yang telah dibuat.
Didepan sekolah, di depan kelas, semuanya penuh taman. Memang bagus, namun aku
masih belum merasa keasriannya. Aku mulai bertekad, gerakan tanam 1000 pohon
harus terlaksana apapun akibatnya.
Bel istirahat berbunyi.Aku menyuruh Lina si sekertaris OSIS
untuk memanggil seluruh anggota OSIS untuk mengadakan rapat. “Diumumkan kepada
seluruh anggota OSIS harap berkumpul di
ruang OSIS sekarang juga”. Setelah semua berkumpul, aku memulai pembicaraan. “Selamat
pagi semua. Kali ini kita akan membahas tentang hijaunya sekolah kita. Kita tau
kan sekolah kita telah bagus dan terdapat banyak taman di dalamnya. Tapi ada
satu hal yang mengganjal di hati saya. Saya masih belum bisa merasakan udara
yang segar di lingkungan sekolah ini. Saya punya ide, bagaimana jika kita
mengadakan program tanam 1000 pohon?” Suasanya waktu itu hening, dan aku
melihat wajah mereka semua yang menunjukkan bahwa mereka sedang berpikir. “Tapi
Felly, sekolah kita udah penuh sesak dengan taman. Mau ditaruh dimana coba
pohon-pohon itu?” Pertanyaan yang cukup bagus ditanyakan oleh Lendra, wakil
ketua OSIS.
“Ya, itu harus dibicarakan dengan Pembina dan kepala sekolah. Kita
kan tidak tahu mana tempat yang menurut mereka cocok. Tapi kalo saya
mengusulkan, kita bisa menanamnya di sekitar lapangan sepak bola” rapat kali
ini tidak sesuai harapanku. Seharusnya bisa lama dari ini namun bel masuk telah
berbunyi. “Oke, mungkin ini aja pendahuluannya. Besok akan saya bicarakan hal
ini dengan Pembina dan kepala seolah. Terimakasih untuk waktunya, dan kalian
bisa kembali ke kelas masing-masing”
Keesokan harinya, aku mulai beraksi sesuai rencanaku. Aku
mengatakan hal ini kepada Pembina OSIS. Namun, ada suatu kendala. “Felly, kami
tau idemu memang bagus. Tapi itu tidak membutuhkan biasa yang sedikit. Tentunya
kita harus menanam pohon yang minimal sudah memiliki daun, bukan bijinya” Pak
Roni selaku pembina OSIS mengatakan hal itu, berarti dia tidak menyetujuinya.
“Tapi, ini demi kenyamanan kita. Kita tidak perlu memakai AC atau kipas angina
jika banyak pohon disini” Aku tetap memaksa, berharap mendapat persetujuan.
“Lagipula pohon pohon itu tak akan tumbuh besar hanya dalam waktu 1-2 tahun.
Kamu tidak akan bisa menikmatinya saat ini”
“Memang, justru itu
saya melakukan ini. Saya melakukan hal ini demi sekolah ke depannya” Pak Roni
seakan berpikir. Mungkin dia sedang berpikir apa yang akan dia jawab. “Baiklah,
bapak akan memberitahukannya kepada kepala sekolah” Akhirnya, Pak Roni akan
mengusahakannya. Semoga saja ini berhasil.
Berhari – hari aku menunggu persetujuan dari Kepala
Sekolah. Namun, sampai hari ini tak ada kabar sedikitpun. Banyak anggota OSIS
bertanya kepadaku tentang hal ini. Mereka semua telah menyetujuinya. Jika
kepala sekolah tidak mengijinkan, aku harap mereka bisa mendukungku agar aku
dapat melakukannya sendiri. “Fell, kamu di panggil kepala sekolah di
ruangannya. Ayo cepetan” Suara Riko membuatku terkejut dan aku berlari menuju
ruangan kepala sekolah bersamanya. “Permisi.. ada apa Pak?”
“Oh duduk Fell, Bapak
mau bicara dengan kamu dan sebenernya ini buat seluruh anggota OSIS, tapi
berhubung ada Riko disini biarlah dia yang mewakili mereka.” Aku dan Riko pun
duduk, jantungku berdegup kencang. “Begini Felly, mengenai tanam 1000 pohon
itu. Bapak tidak yakin ini akan berjalan sesuai harapan. Kamu tau yang
dikatakan oleh Pak Roni sebelumnya? Itu memang benar. Lagipula, rasanya kita
tidak sanggup untuk merawatnya bertahun-tahun hingga pohon-pohon itu besar.
Jumlah tukang kebun di sekolah ini terbatas. Jika siswa yang merawatnya, tak
akan mungkin mereka mau. Di jaman globalisasi ini, mana mungkin ada siswa yang
peduli akan lingkungannya.”
“Tapi pak, banyak kok
yang setuju dengan program kami. Jika mereka setuju berarti mereka kan mau
untuk merawat pohon – pohon itu”
“Hm.. apa kamu tidak
memikirkan anggarannya?”
“Begini pak, jika
sekolah tidak memiliki biaya untuk program kami, biarlah kami para anggota OSIS
yang menganggungnya sendiri.”
“Apa kamu yakin?”
“Iya Pak! Kita harus
berusaha” Timpal Riko.
“Baiklah, Bapak
serahkan pada kalian semua. Tapi ingat, jika ini gagal dan tambah merusak
lingkungan sekolah, semua anggota OSIS harus menata ulang sekolah seperti awal.
Karena kita tau ini hal yang susah. Dan mengolah taman juga tidak gampang.
Jadi, bapak tunggu hasilnya. Oke kalian boleh keluar”
“Baik pak, permisi” Aku
dan Riko keluar dari ruangan itu. Kami serasa di introgasi saat berada di
ruangan itu. Benar-benar menakutkan. “Fell, gimana kelanjutannya?” Riko
bertanya kepadaku. “Tenang saja, ayo kita mulai”
Keesokan harinya, aku mengumpulkan seluruh anggota OSIS dan
mulai menyusun rencana. Pertama, kami meminta tanda tangan seluruh warga
sekolah yang menyetujui program ini. Ya cukup banyak. Lalu, kami bersosialisasi
kepada mereka. Tiap orang harus membawa satu pohon. Kemudian tiap sore, kami
pergi kesekolah untuk menanam pohon itu bersama siswa sekolah secara bergantian
menurut kelasnya. Kami membuat jadwal untuk perawatan. Semua pohon telah
tetanam di seluruh bagian sekolah, khususnya di lapangan sepak bola. Aku
mendengar banyak komentar buruk tentang hal yang OSIS lakukan sekarang,
khususnya dari para guru. Tapi, biarlah. Ini demi kebaikan mereka juga. Aku
berpesan kepada anggota OSIS kelas VII agar mereka tetap melanjutkan programku.
Ya, aku hanya ingin suatu hari nanti jika aku kembali datang ke sekolah ini
sebagai alumni, aku dapat melihat sekolah ini menjadi rindang dan asri.
Saat ini, aku naik kelas IX dan telah meninggalkan jabatan
ketua OSIS. Tapi aku masih senang, ketua OSIS saat ini melanjutkan program yang
aku buat. Justru dia sempat mengganti pohon pohon yang telah rusak, dan dia
membuat organisasi khusus untuk merawat pohon-pohon itu. Kepala sekolah dan
para guru masih belum berkomentar, yak arena pohon-pohon itu bisa dikatakan
masih usia remaja. Bahkan, saat aku melepaskan jabatanku, mereka tidak
memberikan apresiasi apapun tentang kegiatan ini. Ya, biarkan sajalah, mungkin
suatu hari nanti mereka akan mengerti.
10 tahun kemudian, aku diundang untuk temu kangen di SMP
Tunas Bangsa. Ya, aku senang sekali karena moment ini bisa ku jadikan untuk
bernostalgia bersama para sahabatku. Aku teringat pada sesuatu yang aku lakukan
dulu. Tanam 1000 pohon. Aku tak tau apakah it uterus berlanjut, kita lihat saja
nanti.
Hari itu telah tiba. Aku mempersiapkan diriku dan berangkat
ke SMP-ku. Aku terkejut dengan keadaan sekolah ku itu. Benar benar asri! Pohon
dimana-mana, udara sejuk merasuk ke dalam jiwaku membuat hati ini nyaman dan
tentram. Aku menjadi teringat akan masa laluku bersama pohon-pohon itu. Dan aku
yakin ini adalah pohon yang aku tanam bersama temanku dan aku merasa bangga.
Lamunanku di kejutkan oleh Riko salah satu rekan OSIS ku dulu. Dia mengajakku
untuk pergi ke aula dan aku mengikutinya. Disana banyak sekali mantan siswa
dari SMP Tunas Bangsa, dan untungnya aku masih hafal nama dan wajah mereka satu
per satu. Kami sempat berbincang – bincang sebelum acara dimulai.
Acara dimulai pukul 8 pagi. Pak Roni yang menjadi MC dalam
acara itu. Dia memandu acara dari awal hingga akhir dan tiba saatnya untuk kami
menyantap makanan yang telah disediakan. Namun, saat acara santap menyantap
akan dilakukan, Bapak Kepala Sekolah naik ke panggung. Sepertinya dia akan
sedikit berpidato. “Selamat pagi semua. Maaf saya menggangu acara kalian. Saya
tidak ingin berbicara panjang lebar, cukup di intinya saja. Saya mengucapkan
terima kasih kepada kalian telah menjadikan sekolah ini hijau, khususnya pada
Felly yang dulu mempunyai gagasan ini. Saya merasa salut padanya. Meski kami
para guru tidak menyetujuinya, namun dia tetap berusaha keras. Dan lihatlah,
karena dia sekolah ini menjadi hijau dan asri seperti saat ini. Felly bisa naik
ke sini?” Aku merasa bangga, sangat bangga. Aku mulai melangkahkan kaki ke atas
panggung. Bapak kepala sekolah menyuruhku untuk memberikan motivasi kepada
mereka semua. Aku mulai membuka mulut dan berkata “Selamat pagi semua. Hmm..
terimakasih untuk sanjungan yang diberikan oleh kepala sekolah. Sebenarnya,
saya melakukan hal ini hanya demi tercapainya keinginan saya menjadikan sekolah
ini lebih asri. Dan saya tidak akan berhasil melakukan semua ini, tanpa bantuan
rekan – rekan OSIS saya. Ya, seharusnya kita sebagai masyarakat lebih peduli
akan lingkungan. Jika lingkungan kita bersih akan nyaman di pandang dan tidak
akan ada bibit penyakit yangakan menyerang kita. Saya sarankan mulai hari ini
hendaknya kita melakukan pola hidup bersih agar kita selalu sehat dan merasa
nyaman. Sekian dari saya, terimakasih” Aku pun turun dan panggung itu. Semua
orang memberiku applause. Sekarang aku tau, tak ada yang lebih hebat dari kerja
keras. Dari kerja keras, membuat impianmu menjadi nyata.
14 komentar:
Keren kak
Visit back ya
Cerpen kok panjang amat sih😅
Keren
Iya cerpen kok panjang sih😞😅
Katanya cerpen,kok panjang banget sih
panjang bingit
Panjang bnr cu(
Panjang bener
Bagus ya...!!
Panjang kali , kalo panjang berarti cerpen bukan cerpen
Katanya cerpen kok panjang sih😅Shift_L
Wahhh menarik ya!!
Wah panjang amat sih cerpennya ini sih bukan cerpen tapi cerpan yang berarti cerita panjang😅😁
Ini tema nya tentang apa
Posting Komentar